Selasa, 16 April 2013

Selasa, 26 Februari 2008

kok hidup makin sulit ya,...(kata bu Onah)

Tribun- CELETUKAN menarik keluar dari seorang ibu muda, Fitri (25). Saat ditanya mengenai harga-harga kebutuhan pokok apa saja yang tengah melonjak, dengan penuh ekspresi ia menjawab. "Iya nih, semua-mua naik. Pusing saya. Pak SBY, kapan sih nggak susah?" kata Fitri, yang baru saja membeli satu liter minyak goreng pada Pasar Murah Minyak Goreng di Polsek Johar Baru, Tanah Tinggi, Rabu (27/2).

Fitri sangat bersuka cita bisa mendapatkan seliter minyak goreng, hanya dengan merogoh kocek Rp8000. Ia sempat bingung mengatur keuangannya. Suaminya hanya seorang buruh lepas, yang penghasilan tiap bulannya tak menentu. "Bayangin aja, telor sekarang 13 ribu se-kilo, gula 9 ribu, beras yang biasanya 3500 jadi 5 ribu, gimana saya nggak puyeng. Mana anak-anak juga kan perlu minum susu," lanjut dia.

Kedua anak Fitri berusia 1 dan 6 tahun. Berhemat. Itulah pilihan yang tidak bisa tidak harus dilakukan masyarakat di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit.

Ibu Onah (56) mengakuinya. Melonjaknya harga kebutuhan pokok, terutama minyak goreng, membuat warga Tanah Tinggi ini lebih banyak masak rebus-rebusan daripada menggoreng."Lah iya, tempe saya rebus pake santen, tahu juga. Nggak ada goreng-goreng. Nggak ada duit. Haha," kata ibu yang gigi depannya hampir ompong semua ini.

Demi mendapatkan minyak goreng satu liter, ratusan ibu-ibu di kawasan Tanah Tinggi rela mengantre berjam-jam. Bahkan, ada yang masih lengkap dengan daster tidurnya, dan semangkok bubur untuk menyuapi anak balita dalam gendongannya. "Kalo sering-sering kayak gini, subuh buta saya mau dah ngantre," lanjut Ibu Onah.

Jeritan Fitri ataupun Ibu Onah, mungkin menjadi jeritan seluruh masyarakat yang harus mengetatkan ikat pinggang saat ini. Semua harga kebutuhan pokok meningkat, dan tak ada kejelasan kapan akan normal kembali. Kapan nggak susah lagi, Pak SBY? (KCM)

poco poco mbak ?

Kebijakan pemerintah untuk memerangi kemiskinan yang dilakukan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekarang diibaratkan seperti menari Poco-poco. Maju selangkah, mundur dua langkah. Kadang malah hanya jalan di tempat. Begitulah salah satu poin pidato politik Megawati Soakarnoputri dalam rangkaian peringatan Ulang Tahun XXXV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang dipusatkan di GOR Sriwijaya Palembang, Sumsel, kemarin (31/1). “PDI-P menilai pemerintahan hasil Pemilu 2004 tidak konsisten menjalankan implementasi kebijakan menuntaskan kemiskinan. Kebijakan itu tidak berjalan dengan baik dan bukan prioritas. Maju mundur seperti penari poco-poco. Artinya pemerintah kurang berpihak kepada rakyat,” demikian diungkapkan Mega. Dia juga mengajak seluruh kader PDIP dan masyarakat Indonesia untuk menagih janji pemerintahan SBY-JK seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 7
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), yang salah satunya adalah soal pengentasan kemiskinan. “Dalam RPJM, (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) selama 2005-2009, pemerintah menargetkan pengentasan kemiskinan dari 35 juta penduduk menjadi 18,8 juta. Faktanya pada 2006 jumlah penduduk miskin malah mencapau 3,9 juta. Meski tahun 2007 turun menjadi 37,1 juta, PDIP tidak yakin dalam sisa waktu ini target 18,8 juta akan tercapai,” katanya.
Selain soal pengentasan kemiskinan pada kesempatan itu, Megawati mengkritisi sejumlah kebijakan pemerintah SBY-JK seperti kebijakan impor beras dan kedelai, konversi minyak tanah ke gas dan kebijakan perjanjian pertahanan Indonesia-Australia.
Pidato politik Megawati di depan ribuan kader, itu terlihat bak membakar semangat, Sesekali tanganya mengepal keatas, dengan keringat penuh di wajahnya. Kepada kadernya, dia bertekad menjadikan PDI-P sebagai partai oposisi dan penyeimbang berbagai kebijakan pemerintah, sehingga kebijakan yang dihasilkan adalah kebijakan yang pro pada rakyat. "PDI-P tidak asal melakukan oposisi yang apriori, tapi ingin melaksanakan oposisi yang loyal sesuai dengan Pancasila dan UUD 45," katanya.
Untuk itu, Mega kembali menegaskan sikap PDIP sebagai partai terbuka yang siap berkoalisi dengan siapa pun di pemilu mendatang. “Sebagai rumah besar kaum nasionalis, PDIP membuka diri dengan darah segar dari luar, selama darah segar itu memiliki ideologi yang sama dan bisa menjadi nilai tambah partai,” tegasnya.

FORBES bicara tentang Megawati

Pemimpin Berkepribadian Kuat

Majalah Forbes Edisi 4 September 2004 menempatkannya perempuan kedelapan terkuat dunia. Dia pemimpin berkelas dunia. Seorang pendiam berkepribadian emas. Presiden RI ke-5 ini teguh memegang prinsip, konsisten dan visioner. Dia seorang pejuang sekaligus simbol dan inspirasi reformasi. Perjuangannya menegakkan demokrasi (ketika demokrasi terpasung) telah memicu keberanian tokoh-tokoh lainnya ikut dalam gerbong reformasi, yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh dan pahlawan reformasi. Jika jujur, harus diakui bahwa tanpa putri pertama Bung Karno, ini reformasi di negeri ini belum tentu terjadi.

Pengakuan dunia bahwa Megawati Soekarnoputri seorang pemimpin berkelas dunia, tercermin dari posisinya sebagai salah seorang perempuan terkuat dunia. Sebagaimana dipublikasikan Majalah Forbes edisi 6 September 2004, Calon Presiden yang didukung Koalisi Kebangsaan (PDI-P, Partai Golkar, PPP dan PDS) pada Pemilu Presiden putaran kedua 20 September 2004, ini berada di posisi kedelapan dari 100 wanita terkuat dunia.
Dia sejajar dengan perempuan pemimpin berkelas dunia lainnya, seperti Sonia Gandhi (India) urutan ketiga, Presiden Filipina Gloria Arroyo (9), Perdana Menteri Banglades Begum Khaleda Zia (14), Presiden Sri Lanka Chandrika Kumaratunga (44), pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi (45) dan Mantan Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher (21).

Pengakuan ini menggambarkan realitas perjuangan dan kepemimpinan Megawati sangat kuat di mata dunia. Dia pemimpin berkelas dunia. Pengakuan dunia ini, jika mau jujur, sepatutnya mencelikkan mata, akal budi, hati dan nurani setiap orang (baik kawan maupun lawan politik) di dalam negeri, untuk melihat dan mengakui gerak perjuangan dan kepemimpinan Presiden Republik Indonesia kelima ini. Terutama sejak ia berani terjun ke dunia politik saat hak-hak politik di negeri ini terkekang.

Tanpa bermaksud berorientasi menyalahkan masa-masa lalu bangsa ini, Megawati yang pendiam (tak banyak bicara) itu adalah tokoh perempuan pemberani meretas jalan demokrasi dan reformasi saat tokoh-tokoh lainnya (laki atau perempuan) seperti tak punya nyali berhadapan dengan Pak Harto, penguasa Orde Baru selama 32 tahun.

Realitas empirik membuktikan, Megawati yang memiliki kharisma sebagai putri pertama Proklamator Bung Karno, adalah tokoh pemberani yang paling berpengaruh melawan tindakan tidak demokratis dari pemerintah yang cenderung otoriter ketika itu. Saat tokoh-tokoh nasional (termasuk yang kemudian menjadi tokoh dan pahlawan reformasi) masih membungkuk-bungkuk di hadapan Pak Harto, Megawati dengan caranya sendiri, tanpa banyak bicara, secara konsisten telah berani melawan tanpa kekerasan. Dia menempuh jalan demokrasi dan hukum.

Saat tokoh yang lain masih membeo atau diam pasif tak berani, Megawati yang dikekang tampil berani menghadapi berbagai tantangan dan risiko memasuki gelanggang politik dengan segala kemampuan dan keterbatasannya. Dia all out dengan keyakinan untuk menegakkan demokrasi dan reformasi di NKRI ini, tanpa kekerasan dan tanpa balas dendam. (Sikap tanpa balas dendamnya telah pula kemudian disalahartikan banyak politisi dan pengamat sebagai kelemahan untuk merongrong kepemimpinannya).

Cobalah kita sejenak menoleh ke belakang. Siapa-siapa tokoh yang berani melawan Pak Harto sebelum Megawati memukul genderang perlawanan terbuka pada Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya tahun 1993? Hanya sedikit tokoh yang berani bertindak dan bersuara melawan kehendak pemerintah ketika itu.

Barulah setelah Megawati mengadakan perlawanan terbuka terhadap kekuasaan yang represif, nyali tokoh-tokoh lainnya mulai bangkit. Sebagian pada mulanya ikut menambangi, mensupport dan membela perjuangan (perlawanan) Megawati. Dia telah menjadi simbol dan inspirasi perlawanan terhadap kekuasaan yang cenderung otoriter ketika itu. Bukan hanya politisi yang mulai terinspirasi dan terpicu keberaniannya ketika itu, tetapi juga para pengamat yang sebelumnya bungkam atau malah memuja-muji, juga para pengacara dan mahasiswa.

Mereka yang satu garis perjuangan atau tidak dengan Megawati, terinspirasi untuk bangkit bersama. Mereka berkumpul dan berani berorasi menumpahkan segala kemarahan terhadap penguasa yang represif di Kantor DPP PDI Jalan Diponegoro, Jakarta. Keberanian yang dibayar mahal, karena kantor itu diserang aparat dan orang-orang tertentu atas kehendak penguasa. Peristiwa tahun 1996 itu, kemudian dikenal dengan sebutan Kudatuli (Kasus 27 Juli).

Peristiwa itu, tak menyurutkan perlawanan Megawati. Dia sangat sadar bahwa dibutuhkan seorang pemimpin sebagai simbol perlawanan untuk menegakkan demokrasi, keadilan dan kesejahteraan rakyat di negeri ini. Jika dia surut, gerbong perlawanan yang sudah makin membesar di belakangnya itu pun akan berhenti. Jika gerbong perlawanan itu berhenti, maka reformasi pun tidak akan terjadi. Maka dia pun terus berjuang dengan caranya yang tidak banyak bicara, tapi terus melangkah maju ke medan tempur sesengit apa pun dan menghadapi risiko apa pun itu. Dia kuat bahkan sungguh kuat. Dia perempuan keibuan berjiwa emas dan berhati baja.

apa kata Megawati

Apa Kata Megawati Soekarnoputri
Rabu, 09 Juni 2004 | 15:41 WIB

TEMPO Interaktif:

"Kita sudah menyatakan perang terhadap penyelundupan, bukan cuma gula tetapi juga penyelundupan kayu, ikan, tambang, manusia, senjata, uang, narkoba dan sebagainya. Ini merupakan kerja besar yang menuntut kerjasama dari berbagai pihak terutama pengaduan masyarakat."

Megawati menjelaskan pada para petani tebu (14/4/2004) di pabrik gula Djatiroto, Lumajang.

======

"KTP itulah yang menyatakan kita sebagai warga Indonesia yang sama. Jangan merasa sebagai orang kerutunan. Saya lihat mereka yang besar di sini sudah lebih bisa berbahasa Jawa. Semoga dengan doa tadi, kita memperoleh kekuatan, keberanian, dan kerendahan hati untuk mewujudkan rekonsiliasi dan kedamaian dalam kehidupan kita, serta memperkuat persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa yang satu dan utuh."

Surat Keterangan Bukti Kewarganegaraan Indonesia (SKBRI) tidak wajib dimiliki warga keturunan Tionghoa. Penanda sesorang sebagai warga negara Indonesia adalah kartu tanda penduduk (KTP). Dikatakan Megawati dalam acara peringatan enam tahun kerusuhan Mei 1998 (13/5/2004) di jalan Hayam Wuruk Jakarta.

=========

"Pandangan-pandangan tentang pendidikan yang murah bahkan gratis adalah pandangan yang bertentangan dengan kenyataan. Bahkan sebenarnya sangat menyesatkan. Saya kira tidak ada diantara kita yang akan berpikir dua kali untuk mengalokasikan dana yang lebih besar untuk kepentingan generasi masa depan. Sungguh tidak mudah membagi kue anggaran yang sedemikian kecil untuk mendanai banyak kebutuhan."

Presiden Megawati dalam peringatan hari Pendidikan Nasional di SMU 13, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (5/Mei/2004). 

"Perlu proses belajar lebih matang lagi. Kita sebagai bangsa harus terus belajar. Jadi mereka yang duduk di lembaga legislatif itu haruslah orang-orang yang benar-benar berkualitas dan mampu menghasilkan produk-produk hukum yang berkualitas pula. Siapa yang tidak ingin punya wakil rakyat yang berkualitas. Oleh karena itu siapapun yang mau maju jadi caleg harus mampu melakukan otokritik pada dirinya sendiri, apakah benar mampu menjadi anggota legislatif yang berkualitas dengan segala kemampuan yang ada atau belum. Saya selalu menekankan agar UU yang dibuat bukanlah untuk menyenangkan sekelompok orang dan berlaku sesaat tapi untuk mensejahterakan banyak orang dan berlaku lama.

saatnya untuk "merdeka dari rasa takut"



Kehadiran Megawati mempunyai ikatan historis yang sudah terbangun sejak melakukan kampanye sebagai calon pilpres pada Pemilu 1999 dan 2004. Jauh sebelum mencalonkan diri sebagai presiden, Megawati telah mengisi ruang-ruang politik yang bahkan berseberangan dengan Orde Baru. Dalam situasi politik yang represif, di mana kebebasan berpendapat dan berorganisasi berada dalam kontrol negara, maka pembesaran massa yang mendukung ketokohan Megawati merupakan ancaman bagi Orde Baru. Terpilihnya Megawati sebagai ketua umum pada kongres Surabaya, mengganggu eksistensi pemerintah Orde Baru, apalagi kian hari , Megawati semakin populer sebagai tokoh politik nasional.