Tribun- CELETUKAN menarik keluar dari seorang ibu muda, Fitri (25). Saat ditanya mengenai harga-harga kebutuhan pokok apa saja yang tengah melonjak, dengan penuh ekspresi ia menjawab. "Iya nih, semua-mua naik. Pusing saya. Pak SBY, kapan sih nggak susah?" kata Fitri, yang baru saja membeli satu liter minyak goreng pada Pasar Murah Minyak Goreng di Polsek Johar Baru, Tanah Tinggi, Rabu (27/2).
Fitri sangat bersuka cita bisa mendapatkan seliter minyak goreng, hanya dengan merogoh kocek Rp8000. Ia sempat bingung mengatur keuangannya. Suaminya hanya seorang buruh lepas, yang penghasilan tiap bulannya tak menentu. "Bayangin aja, telor sekarang 13 ribu se-kilo, gula 9 ribu, beras yang biasanya 3500 jadi 5 ribu, gimana saya nggak puyeng. Mana anak-anak juga kan perlu minum susu," lanjut dia.
Kedua anak Fitri berusia 1 dan 6 tahun. Berhemat. Itulah pilihan yang tidak bisa tidak harus dilakukan masyarakat di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit.
Ibu Onah (56) mengakuinya. Melonjaknya harga kebutuhan pokok, terutama minyak goreng, membuat warga Tanah Tinggi ini lebih banyak masak rebus-rebusan daripada menggoreng."Lah iya, tempe saya rebus pake santen, tahu juga. Nggak ada goreng-goreng. Nggak ada duit. Haha," kata ibu yang gigi depannya hampir ompong semua ini.
Demi mendapatkan minyak goreng satu liter, ratusan ibu-ibu di kawasan Tanah Tinggi rela mengantre berjam-jam. Bahkan, ada yang masih lengkap dengan daster tidurnya, dan semangkok bubur untuk menyuapi anak balita dalam gendongannya. "Kalo sering-sering kayak gini, subuh buta saya mau dah ngantre," lanjut Ibu Onah.
Jeritan Fitri ataupun Ibu Onah, mungkin menjadi jeritan seluruh masyarakat yang harus mengetatkan ikat pinggang saat ini. Semua harga kebutuhan pokok meningkat, dan tak ada kejelasan kapan akan normal kembali. Kapan nggak susah lagi, Pak SBY? (KCM)
Fitri sangat bersuka cita bisa mendapatkan seliter minyak goreng, hanya dengan merogoh kocek Rp8000. Ia sempat bingung mengatur keuangannya. Suaminya hanya seorang buruh lepas, yang penghasilan tiap bulannya tak menentu. "Bayangin aja, telor sekarang 13 ribu se-kilo, gula 9 ribu, beras yang biasanya 3500 jadi 5 ribu, gimana saya nggak puyeng. Mana anak-anak juga kan perlu minum susu," lanjut dia.
Kedua anak Fitri berusia 1 dan 6 tahun. Berhemat. Itulah pilihan yang tidak bisa tidak harus dilakukan masyarakat di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit.
Ibu Onah (56) mengakuinya. Melonjaknya harga kebutuhan pokok, terutama minyak goreng, membuat warga Tanah Tinggi ini lebih banyak masak rebus-rebusan daripada menggoreng."Lah iya, tempe saya rebus pake santen, tahu juga. Nggak ada goreng-goreng. Nggak ada duit. Haha," kata ibu yang gigi depannya hampir ompong semua ini.
Demi mendapatkan minyak goreng satu liter, ratusan ibu-ibu di kawasan Tanah Tinggi rela mengantre berjam-jam. Bahkan, ada yang masih lengkap dengan daster tidurnya, dan semangkok bubur untuk menyuapi anak balita dalam gendongannya. "Kalo sering-sering kayak gini, subuh buta saya mau dah ngantre," lanjut Ibu Onah.
Jeritan Fitri ataupun Ibu Onah, mungkin menjadi jeritan seluruh masyarakat yang harus mengetatkan ikat pinggang saat ini. Semua harga kebutuhan pokok meningkat, dan tak ada kejelasan kapan akan normal kembali. Kapan nggak susah lagi, Pak SBY? (KCM)